Pages

Powered by Blogger.

Tuesday, February 5, 2013

Sumber Daya Genetika Diincar Negara Asing

Sumber daya genetik Indonesia diincar asing. Banyak peneliti berkedok turis yang datang untuk melakukan inventarisasi keragaman hayati dan genetik Indonesia. Indonesia perlu waspada. Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Menteri Lingkungan Hidup Arief Yuwono mengatakan bahwa dalam jalur legal saja, banyak peneliti asing yang mengajukan diri melakukan riset biodiversitas Indonesia. Sekitar 70 persen dari 500 proposal penelitian yang masuk adalah penelitian biodiversitas. Biodiversitas yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkaya kedua diincar sebab dapat menjadi peluang bisnis. Sumber daya alam Indonesia bisa diolah menjadi bahan obat yang jika dipatenkan bisa mendatangkan keuntungan miliaran rupiah. Diambilnya sumber daya alam dan pengetahuan tradisional oleh asing menjadi perhatian karena selama ini tidak ada pembagian keuntungan. Pihak asing menuai untung besar karena pematenan dan penjualan sementara Indonesia ataupun masyarakat adat yang memiliki pengatahuan tak dapat apa pun. sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional Indonesia memerlukan perlindungan. Perlindungan tersebut bisa diupayakan dengan meratifikasi Protokol Nagoya yang telah ditandatangani sebelumnya oleh Menteri Lingkungan Hidup. Protokol Nagoya kuat sebab menyebut soal benefit sharing Agar sumber daya genetik terlindungi, ratifikasi juga perlu ditindaklanjuti dengan inventarisasi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional. Perlu national focal point yang mengelola data sumber daya tersebut. Tanpanya, ratifikasi sia-sia. Inventarisasi kekayaan genetik perlu dukungan masyarakat. Indonesia belum punya database terpadu kekayaan hayati. Data lengkap jadi syarat mutlak pelaksanaan Protokol Nagoya yang dengan bersemangat hendak diratifikasi. Protokol Nagoya disepakati saat Pertemuan Para Pihak (COP) ke-10, Oktober 2010, di Nagoya, Jepang. Indonesia baru menandatangani pada 11 Mei 2011 di New York, Amerika Serikat. Protokol itu bermaksud melindungi sumber daya genetik masyarakat lokal di sebuah negara dari pemanfaatan komersial.
Namun, klaim masyarakat butuh bukti kuat yang didampingi negara. Soal ratifikasi, prosesnya masih berada di DPR. kesiapan instrumen di dalam negeri, seperti inventarisasi kekayaan alam genetika, masih lamban. Artinya, kekuatan potensi ini belum diketahui detail. Dengan rentang waktu lebih dari dua tahun sejak pertemuan di Nagoya, selayaknya penyusunan basis data keanekaragaman hayati telah banyak kemajuan. Selain basis data, ia juga menyinggung kejelasan lembaga pengelola atau alur mekanisme pelaksanaan Protokol Nagoya. Asisten Deputi Keanekaragaman Hayati dan Kerusakan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup Antung Dedi Rahadiansyah mengatakan, dalam draf rancangan Rencana Aksi Implementasi Protokol Nagoya ditargetkan basis data selesai paling lambat 2014. ”Saat ini KLH selaku focal point dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai scientific authority sudah mengidentifikasi lokasi dan kementerian/lembaga yang menjadi sumber-sumber data sumber daya genetik di Indonesia,” ungkapnya. Instansi itu, antara lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Riset dan Teknologi, perguruan tinggi, dan herbarium daerah. (ICH)

0 komentar:

Post a Comment